Woensdag 19 Junie 2013

Nama : Sadiah
Nim : 1001085032
Prodi : Pendidikan Sejarah
Tugas : Sejarah Intelektual

Pemikiran Islam Abad 19-20
            Sejak Revolusi Iran tahun 1979, Islam  tampil sebagai idiologi yang kuat di arena politik internasional. Berbagai peristiwa sejak revolusi itu, menjadi bukti bahwa Islam, sebagai kekuatan politik, tidak dapat diabaikan begitu saja. Islam merangkul pihak-pihak yang hak-hak sosial, politik dan ekonominya tercabut. Islam merupakan perisai moral terhadap “serangan  gencar” nilai-nilai barat. Akhirnya Islam merupakan sauh bagi individu dan kelompok sosial yang mengalami prahara ketidakpastian, relativisme dan krisis identitas.
            Di Afganistan dan sudan, pemerintahan Islam sudah memegang tampuk kekuasaan sejak 1992. Di Aljazair , kemenangan Front Penyelamat Islam dalam pemilu pada Desember 1991 mempertontonkan “paradoks demokrasi”barat pada dunia. Prospek pemerintahan Islam memaksa benteng dan pendukung tradisional demokrasi parlementer menggunakan hak asasi manusia sebagai prinsip universal “suatu tatanan yang lebih tinggi”: sikap yang mengabaikan kehendak mayoritas ,dan berarti menjustifikasi dukungan mereka bagi adanya kup militer. Di Tajikistan, kekuatan Islam tampaknya akan memenangkan kekuasaan politik. Di Mesir, Maroko, Tunisia, Suriah, Irak, Yordania, Lebanon, Kuwait, India, Srilangka, Indonesia, Burma dan Malaysia, Islam politik tetap merupakan kekuatan penting yang perlu diperhitungkan.
            Kini Islam merupakan kekuatan utama  di arena internasional. Para pengamat dan praktisi perlu mengetahui, memahami dan mengikuti paradigma logik dan implikasi risalah Islam. Islam sebagai kajian histories menuturkan epik perjuangan, pengorbanan dan kesyahidan untuk membela nilai-nilai, idealisme, dan aspirasi-aspirasi Ilahiah, melawan kaum kafir.
            Penulis berusaha menampilkan dan menganilisis riwayat hidup dan sumbangsih tokoh reformasi Islam terutama Syayid Jamaluddin Al-Afghani (1838-1897) dan Syayid Muhammad Abduh (1849)  yang tulisan-tulisan religio politik dan ekonomi maupun praktik politik mereka memainkan peranan sangat penting dalam menjadikan Islam sebagai sebuah kekuatan politik. Kebangkitan Islam di negeri-negeri Islam, selama fase pertama manisfestasinya, ditandai dengan bangkitnya perhatian terhadap Islam sebagai idiologi yang memilki kekuatan pembebas . Al-Qur’an dan Sunnah Nabi merupakan sumber pokok untuk membuat solusi bagi berbagai problem ekonomi dan sosiopolitik kontemporer yang mendesak Islam praktik dan ritual pribadi dimasyarakatkan. Riwayat hidup, perjuangan, dan pengorbanan para sahabat dan penerus nabi dimulyakan dan dijadikan model peran bagi kaum muslim. Berdirinya Negara Islam barangkali merupakan tujuan paling penting bagi para tokoh kebangkitan Islam. Namun, ini tidaklah berarti bahwa semua tokoh kebangkitan berpandangan sama mengenai apa itu negara Islam dan bagaimana menjalankannya.
            Karena kebangkitan Islam berakar dan tumbuh di negeri-negeri dimana Islam merupakan mayoritas atau agama resmi Negara, timbul pertanyaan kenapa Islam perlu dikokohkan kembali di tempat-tempat dimana Islam sudah dihormati dan menjadi praktik sebagian besar anggota masyarakat? Membangkitkan Islam di Negara Islam seperti mempersiapkan jalan bagi Phoenix untuk bangkit dari abunya sendiri. Kebangkitan Islam menjadi suara ketidakpuasan terhadap penjunjung tinggi status quo yang tidak Islami. Kebangkitan Islam pada akhirnya bertujuan menumbangkan atau mengubah secara radikal suatu system sosial yang diyakini sebagai penyebab dekadensi, keruksakan, ketidakadilan sosial, penindasan dan kekufuran. Para tokoh kebangkitan Islam menyebutkan empat sebab utama kemunduran kaum muslim. Pertama,erosi nilai-nilai Islam dan ketidak pedulian pemerintah untuk menerapkan peraturan sosio-ekonomi dan etika Islam. Kedua, sikap diam dan kerjasama lembaga ulama dan pemerintah yang pada hakikatnya tidak Islami. Ketiga, korupsi dan kezaliman kelas penguasa atau keluarganya. Keempat, kerjasama kelas penguasa dan ketergantungannya pada kekuatan-kekuatan imperealis yang tidak Islami.
            Perubahan melalui pembaharuan atau revolusi sudah lama menjadi pokok perdebatan yang kontroversial . Muhammad Al-Ghazali (1058-1111) adalah salah seorang perintis awal kebangkitan Islam. Dalam bukunya Ihya Ulum Al-Din Al-Ghazali menguraikan dengan jelas perlunya kebangkitan Islam di negara-negara Islam. Al-Ghazali yang tinggal di Baghdad mengatakan bahwa keruksakan ulama akan merusak penguasa, dan keruksakan penguasa pada akhirnya akan merusak rakyat.
            Semua perintis kebangkitan Islam merindukan semangat Islam seperti kasih sayang, solidaritas, persaudaraan dan keadilan sosial. Semangat ini dikaitkan dengan zaman keemasan pemerintahan nabi di Madinah.  Kerinduan akan tatanan  yang ditegakkan oleh orang-orang saleh yang menjunjung tinggi agama ini menjadi bermakna dalam konteks lingkungan sosio-ekonomi yang mengalami transformasi radikal. Tugas orang –orang seperti ini adalah menyusun kembali, memperbaharui atau mensintesis Islam agar relevan dengan kebutuhan, tuntutan dan keadaan sulit yang dihadapi orang-orang yang mereka anggap sebagai korban peradaban modern. Para tokoh kebangkitan menyatakan akan melakukan penyelamatan material dan spiritual terhadap kaum muslim. Islam mamadukan wacana kritis terhadap status quo, dengan seruan agar kaum muslim rukun dan bersatu. Untuk menghadapi dunia luar dan pengaruhnya yang kian berkembang, kekuatan dan kemuliaan Islam haruslah diraih dengan cara mengakhiri pertikaian antar sekte dalam Islam yang tak ada hentinya. Secara teoritis, para tokoh kebangkitan Islam berupaya menyelaraskan apa yang mereka yakini sebagai dislokasi hiostoris antara bidang spiritual dan bidang material. Keberhasilan mereka ditentukan bukan saja oleh pemahaman, analisis dan kritik terhadap berbagai problem zaman modern, namun juga oleh ketersediaan berbagai solusi yang lebih bermanfaat dan dapat diterapkan.

Jamaluddin Al Afghani

Biografi
            Nama panjang beliau adalah Muhammad Jamaluddin Al Afghani, dilahirkan di Asadabad, Afghanistan pada tahun 1254 H/1838 M. Ayahanda beliau bernama Sayyid Safdar al-Husainiyyah, yang nasabnya bertemu dengan Sayyid Ali al-Turmudzi (seorang perawi hadits yang masyhur yang telah lama bermigrasi ke Kabul) juga dengan nasab Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib.
            Pada usia 8 tahun Al-Afghani telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa, beliau tekun mempelajari bahasa Arab, sejarah, matematika, filsafat, fiqh dan ilmu keislaman lainnya. Dan pada usia 18 tahun ia telah menguasai hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan meliputi filsafat, hukum, sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan metafisika. Al-Afghani segera dikenal sebagai profil jenius yang penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan bak ensiklopedia. Setelah membekali dirinya dengan seluruh cabang ilmu pengetahuan di Timur dan Barat (terutama Paris, Perancis), Al-Afghani mempersiapkan misinya membangkitkan Islam. Pertama-tama ia masuk ke India, negara yang sedang melintasi periode yang kritis dalam sejarahnya. Kebencian kepada kolonialisme yang telah membara dalam dadanya makin berkecamuk ketika Afghani menyaksikan India yang berada dalam tekanan Inggris. Perlawanan terjadi di seluruh India. Afghani turut ambil bagian dari periode yang genting ini, dengan bergabung dalam peperangan kemerdekaan India pada bulan Mei 1857. Namun, Afghani masih sempat pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Sepulang dari haji, Afghani pergi ke Kabul. Di kota ini ia disambut oleh penguasa Afghanistan, Dost Muhammad, yang kemudian menganugerahinya posisi penting dalam pemerintahannya. Saat itu, Dost Muhammad sedang mempertahankan kekuasaannya dengan memanfaatkan kaum cendekiawan yang didukung rakyat Afghanistan. Sayang, ketika akhirnya Dost terbunuh dan takhtanya jatuh ke tangan Sher Ali, Afghani diusir dari Kabul.
            Meninggalkan Kabul, Afghani berkelana ke Hijjaz untuk melakukan ziarah. Rupanya, efek pengusiran oleh Sher Ali berdampak bagi perjalanan Afghani. Ia tidak diperbolehkan melewati jalur Hijjaz melalui Persia. Ia harus lebih dulu masuk ke India. Pada tahun 1869 Afghani masuk ke India untuk yang kedua kalinya. Ia disambut baik oleh pemerintah India, tetapi tidak diizinkan untuk bertemu dengan para pemimpin India berpengaruh yang berperan dalam revolusi India. Khawatir pengaruh Afghani akan menyebabkan pergolakan rakyat melawan pemerintah kolonial, pemerintah India mengusir Afghani dengan cara mengirimnya ke Terusan Suez yang sedang bergolak.
            Di Mesir Afghani melakukan kontak dengan mahasiswa Al-Azhar yang terkagum-kagum dengan wawasan dan ide-idenya. Salah seorang mahasiswa yang kemudian menjadi murid Afghani adalah Muhammad Abduh. Dari Mesir, Afghani pergi ke Istanbul untuk berdakwah. Di ibu kota Turki ini Afghani mendapat sambutan yang luar biasa. Ketika memberi ceramah di Universitas Konstantinopel, salah seorang ulama setempat, Syaikhul Islam, merasa tersaingi. Ia segera menghasut pemerintah Turki untuk mewaspadai gagasan-gagasan Afghani. Buntutnya, Afghani didepak keluar dari Turki. Pada tahun 1871.
           Afghani menjejakkan kakinya di Kairo untuk yang kedua kalinya. Di Mesir Afghani melanjutkan dakwahnya yang pernah terputus dan segera mempengaruhi para mahasiswa dan ulama Al-Azhar. Tetapi, pemberontakan kaum nasionalis Mesir pada tahun 1882 berujung pada tindakan deportasi  oleh pemerintah Mesir yang mencurigai Afghani ada di belakang pemberontakan. Afghani dideportasi ke India, tetapi tak lama ia sudah berada dalam perjalanan ke London, kota yang pernah disinggahinya ketika ia berdakwah ke Paris. Di London ia bertemu dengan Muhammad Abduh, muridnya yang ternyata juga dikucilkan oleh pemerintah Mesir.
Dari London, Afghani bertualang ke Moskow. Ia tinggal selama empat tahun di St. Petersburgh. Di sini pengaruh Afghani segera menjalar ke lingkungan intelektual yang dipercaya oleh Tsar Rusia. Salah satu hasil dakwah Afghani kepada mereka adalah keluarnya izin pencetakan Al-Quran ke dalam bahasa Rusia.
            Afghani menghabiskan sisa umurnya dengan bertualang keliling Eropa untuk berdakwah. Bapak pembaharu Islam ini memang tak memiliki rintangan bahasa karena ia menguasai enam bahasa dunia (Arab, Inggris, Perancis, Turki, Persia, dan Rusia). Afghani menghembuskan nafasnya yang terakhir karena kanker yang dideritanya sejak tahun 1896. Beliau pulang keharibaan Allah pada tanggal 9 Maret 1897 di Istambul Turki dan dikubur di sana. Jasadnya dipindahkan ke Afghanistan pada tahun 1944. Ustad Abu Rayyah dalam bukunya “Al-Afghani; Sejarah, Risalah dan Prinsip-prinsipnya”, menyatakan, bahwa Al-Afghani meninggal akibat diracun dan ada pendapat kedua yang menyatakan bahwa ada rencana Sultan untuk membinasakannya.
Pemikiran Politik Al-Afgani
Selama di Mesir Jamaluddin al-Afghani mengutarakan beberapa konsep pembaharuannya, yaitu :
a. Musuh utama umat Islam ialah penjajah (Barat).
b. Umat Islam harus menentang penjajahan bila dan di mana sahaja.
c. Untuk mencapai tujuan itu umat Islam harus bersatu (Pan-Islamisme).
Pan-Islamisme bukan bererti leburnya kerajaan-kerajaan Islam menjadi satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan yang bersatu dan bekerjasama. Persatuan dan kerjasama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam. Persatuan Islam hanya dapat dicapai apabila berada dalam kesatuan dan kembali kepada ajaran Islam yang murni iaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Untuk mencapai usaha-usaha pembaharuan tersebut :
a. Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan kepada perkara-perkara yang berunsur tahyul
b.Umat islam harus yakin bahawa Al-Quran dan As sunnah merupakan pegangan hidup
c.Rukun iman menjadi landasan hidup
d. Setiap generasi umat mempunyai keistimewaan untuk memberikan pengajaran dan pendidikan pada manusia yang bodoh dalam memerangi hawa nafsu jahat.
            Dari Mesir, Jamaluddin al-Afghani telah pergi ke Turki dan tokoh-tokoh terkemuka di sana sangat terpengaruh dengan ajarannya. Pada tahun 1871 beliau kembali ke negeri Mesir untuk membangkitkan kegemilangan umat Islam dan ajaran-ajarannya. Beliau juga mengkhidmatkan dirinya dalam kerja-kerja kebajikan dan pendidikan. Beliau telah mendesak pihak yang berwajib supaya mengiktirafkan bahasa Urdu sebagai bahasa pengantar dalam pemerintahan, bahkan menjadikannya sebagai bahasa rasmi negara. Akibat dari keberaniannya itu, beliau telah ditangkap lalu di bawa ke Culcutta. Dari sana Jamaluddin di bawa ke Inggeris.
            Dikota Paris, Jamaluddin telah mengasaskan Badan "Pertubuhan Alurvatul Vusuka" lalu menerbitkan sebuah akhbar mingguan dalam bahasa Arab yang bertujuan untuk menyemarakkan gerakan Pan-Islamisme. Fahaman yang hendak dibawa oleh Jamaluddin al-Afghani ialah untuk membebaskan umat islam dari menjadi mangsa penjajahan Barat serta menghalang daripada penyebaran idea-idea pihak Barat yang bersifat jahat untuk menjatuhkan umat islam ke arah kemunduran. Dari kota Paris Jamaluddin Al Afghani telah pergi ke Moscow dan kemudian ke bandar St.Petersburg. Dimana beliau telah menetap di sana selama lebih empat tahun. Di sana beliau berjaya memujuk Maharaja Czar Russia bagi membenarkan rakyatnya yang beragama Islam supaya menerbitkan Kitab Al Qur'an dengan bebas serta buku-buku agama yang lain. Al Afghani telah menekankan satu hakikat bahawa keteguhan sebuah negara tidak bergantung kepada tentaranya sahaja bahkan juga semangat juang rakyatnya.
            Terdapat dua bentuk dalam pengajaran Jamaluddin Al Afghani. Pertama beliau menekankan supaya pengajaran agama Islam itu diperbaiki supaya sesuai dan dapat mengikut tamadun moden dan yang kedua bertujuan untuk membebaskan negara Islam dari kekuasaan Barat. Beliau berpendapat bahawa umat Islam telah merosot akhlaknya dan lemah semangat serta dikuasai oleh hawa nafsu jahat. Beliau menaruh keyakinan penuh bahawa kekuasaan Barat kepada negara Islam adalah amat bahaya dengan keadaan demikian. Jika umat Islam tidak berubah, mereka pasti akan menerima nasib yang lebih buruk lagi. Oleh yang demikian umat Islam hendaklah bangkit untuk kembali pada agama dan diri mereka sebagai umat Islam yang mulia lagi terpuji.

Gagasan Pan-Islamisme Al-Afghani
Pengalaman yang diserap Al-Afghani selama lawatannya ke Barat  menumbuhkan semangatnya untuk mamajukan umat. Barat yang diperankan oleh Inggris dan Prancis  mulai  hendak menancapkan dominasi politiknya di dunia Islam, maka pasti akan berhadapan dengan Al-afghani. Adanya anggapan dasar yang dipegang oleh Al-Afghani menghadapi Barat seperti diungkapkan L. Stoddard yakni :
   1. Dunia Kristen sekalipun mereka berbeda dalam keturunan, kebangsaan, tetapi apabila menghadapi dunia Timur (Islam) mereka bersatu untuk menghancurkannya.
   2. Semangat perang Salib masih tetap berkobar, orang Kristen masih menaruh dendam. Ini terbukti umat Islam diperlakukan secara diskriminatif dengan orang Kristen.
   3. Negara-negara Kristen membela agamanya. Mereka memandang Negara Islam lemah, terbelakang dan biadab. Mereka selalu berusaha menghancurkan  dan  menghalangi  kemajuan Islam.
   4. Kebencian terhadap umat Islam bukan hanya sebagain mereka, tetapi seluruhnya. Mereka terus-menerus bersembunyi dan berusaha menyembunyikannya.
   5. Perasaan dan aspirasi umat Islam diejek dan difitnah oleh mereka. Istilah nasionalisme dan patriotosme di Barat, di Timur disebut fanatisme.
            Menurut Al-Afghani, hal-hal tersebut di atas menuntut adanya persatuan umat Islam untuk  menghadapui dunia Barat dan mempertahankanya dari keruntuhan. Disamping itu Al-Afghani melihat bahwa kondisi umat Islam sendiri memang berada dalam kemunduran yang mengkhawatirkan. Kemunduran  tersebut  menurutnya bukan karena ajaran Islam, tetapi oleh umat itu sendiri yang yang tidak berupaya mengubah nasibnya. Perpecahan terjadi di kalangan  mereka maka pemerintahan  menjadi absolut, pemimpin  tidak dapat dipercaya, lemah dalam bidang militer dan ekonomi bersamaan dengan datangnya intervensi asing. Menghadapi paham fatalisme, Al-Afghani mengajak umat Islam merebut peradaban, kebudayaan, ilmu pengetahun Barat yang positif dan sesuai ajaran Islam. Dengan demikian, umat Islam akan dinamis dan tidak menerima apa adanya serta menyerukan bahwa pintu ijtihad tidak tertutup. Ia selanjutnya menegaskan bahwa dalam Islam ada kemerdekaan dan kedaulatan umat. pemerintah dapat saja dikritik dan tidak  berkuasa mutlak. Al-Afghani mengajak umat, pemimpin dan kelompok agar bersatu dan bekejasama dalam meraih kemajuan dan membebaskan diri dari itervensi Barat. Untuk tujuan di atas,  Al-Afghani mencetuskan ide Pan Islamisme. Semangat ini dikobarkan ke seluruh negeri Islam yang tengah berada dalam kemunduran dan dominasi Barat. Pan Islamisme (Al-jami’iyyah Al-Islamiyyah) ialah rasa solidaritas seluruh umat Islam. Solidaristas sepeti itu sudah ada dan diajarkan sejak Nabi SAW, baik dalam menghadapi kafir Quraisy ataupun  dalam kegiatan-kegiatan sebagai upaya menciptakan  kesejahteraan umat.
            Semangat  pan Islamisme yang diserukan Al-Afghani memberikan pengaruah besar di kalangan umat terutama bagi para pemimpinnya. Hal ini kemudian menyadarkan  mereka akan  besarnya ancaman Barat. Sultan Abdul Hamid dari Kerajaan Turki Usmani misalnya menyambut dengan penuh antusias. Ia mendirikan organisai seruan Pan-Islamisme mengutus banyak orang ke berbagai negeri Islam dengan pesan agar umat Islam bersatu dan  meleaskan diri dari  pemerintahan Barat. Hal ini dilakukan oleh Sultan selama 30 tahun. Seruan Pan-Islamisme menghasilkan  pengaruh yang sangat besar dan mendalam. Di berbagai negeri muslim telah lahir tokoh-tokoh di kalangan umat yang berjuang menuntut kemerdekaan dari penjajah Barat, seperti Abdul Hamid di Turki, Muhamamd Abduh dan Saad Zaghlul di Mesir serta torkoh lainnya.

Konsep Negara menurut Al-Afghani
            Selain Pan-Islamisme, Al-Afghani juga mengajukan konseop negara republik yang demokratis bagi negeri-negeri Islam. Al-Afghani banyak mencela sistem pemerintahan umat Islam yang bercorak otokratis monarkhi absolut. Menurutnya, kepala negara harus mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang memiliki banyak pengalaman. Pengetahuan manusia secara individu amat terbatas. Islam dalam pandangan Al-Afghani menghendaki pemerintahan Republik di mana kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban kepala negara untuk tunduk kepada Undang-undang.
            Pendapat ini baru dalam sejarah politik Islam. Sebelumnya umat Islam hanya mengenal system kekhalifahan  yang mempunyai kekuasaan absolut. Dalam pemerintah republik, yang berkuasa adalah undang-undang dan hukum, bukan kepala Negara. Ia hanya kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan hukum yang digariskan oleh lembaga  legislative untuk  memajukan kemaslahatan rakyat. Pendapat Al-Afghani  tersebut jelas dipengaruhi oleh pemikiran  Barat. Pemunculan ide Al-Afghani tersebut sebagai  reaksi kepada salah satu  sebab kemunduran  umat Islam yang bersifat politis, yaitu pemerintahan  absolut. Di dalam pemerintahan absolut dan otokrasi tidak ada kebebasan berpendapat. Kebebasan hanya pada raja/kepala Negara untuk bertindak yang tidak diatur oleh undang-undang. Karena itu, Al-Afghani menghendaki agar corak pemerintahan absolute dan otokrasi diganti dengan coak pemeritahan demokrasi.
            Bukti keinginan Al-Afghani akan pemerintahan yang demokratis, adalah penegasannya tentang keharusan kepala Negara  mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang banyak pegalaman. Pemerintahan otokrasi yang cenderung  meniadakan hak-hak individu tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sangat  menghargai hak-hak individu. Pemerintahan otokrasi yang mawujud dalam institusi khilafah saat itu harus diganti denegan pemerintahan yang bercorak demokrasi yang menjunjung tinggi hak-hak individu. Pemerintah yang demokratis menurut Al-Afghani menghendaki adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat. Lembaga ini bertugas memberi usul dan pendapat kepada pemerintah dalam menentukan suatu  kebijaksanaan Negara. Ide dari wakil rakyat yang berpengalaman merupakan  sumbangan yang berharga bagi pemerintah, karenanya para wakil rakyat haruslah berpengalaman dan berwawasan luas dan bermoral baik. Wakil-wakil tersebut akan membawa dampak positif pada pemerinnthan sehingga akan  melahirkan undang-undang dan peraturan atau keputusan yang baik bagi rakyat.
            Demikian juga para pemegang kekuasan haruslah orang-orang yang paling taat terhadap undang-unang. Kekuasaan yang diperoleh bukanlah karena  kehebatan suku, ras, kekuatan material dan kekayaannya. Model inilah yang berlaku di dalam sistem khilafah, yang bagi Al-Afghani tidak sesuai  dengan ajaran Islam. Baginya, kekuasan itu harus diperoleh melaui pemilihan dan disepakati oleh rakyat. Dengan demkian orang yang dipilih mempunyai dasar hukum untuk melaksanakan kekuasaanya itu. Menurut Munawir Sadjali, Pan-Islamisme Al-Afghani itu adalah  suatu asosiasi antar Negara-negara Islam dan umat Islam di wilayah jajahan untuk  menentang kezaliman intern para penguasa muslim yang lalim, menentang kolonialisme dan imperialisme Barat serta mewujudkan keadilan. Dalam kiprahnya di dunia politik Al-Afghani banyak meyumbangkan pemikiran, yakni:
1. Keyakian bahwa kebangkitan dan kejayaan kembali Islam hanya mungkin terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang murni, dan meneladani pola hidup para sahabat Nabi, khususnya Al-Khulafa al-Rasyidin.
2. Perlawanan terhadap kolonislisme dan dominasi Barat, baik politik, ekonomi maupun kebudayaan.
3. Pengakuan terhadap keunggulan Barat dalam Ilmu dan Teknologi, dan karenanya umat Islam harus  belajar dari Barat dalam dua bidang tersebut.
4. Menentang setiap sistem yang sewenang-wenang dan menggantikannya dengan pemerintahan berdasarkan musyawarah.
5.Menganjurkan pembentukan  Jamiah Islamiyah/ Pan-Islamisme, menyatukan seluruh umat Islam termasuk Persia dengan menggunakan suatu bahasa yakni bahasa Arab.
6.Melakukan perubahan kekuasan dengan cara revolusi.


Referensi
Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan Dalam Islam: sejarah pemikiran dan gerakan. Jakarta : PT Magenta Bhakti Guna.
Agung, Leo S. 2013. Sejarah Intelektual. Yogyakarta: Ombak

http://khamdanguru.wordpress.com

Maandag 29 April 2013


Nama :  M. imam.subeukti
Prodi  : Pend. Sejarah
Nim     : 10010850016

GALILEO GALILEI

Galileo Galilei (lahir di Pisa, Toscana, 15 Februari 1564 – meninggal di Arcetri, Toscana, 8 Januari 1642 pada umur 77 tahun) adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah.
Sumbangannya dalam keilmuan antara lain adalah penyempurnaan teleskop, berbagai pengamatan astronomi, dan hukum gerak pertama dan kedua (dinamika). Selain itu, Galileo juga dikenal sebagai seorang pendukung Copernicus mengenai peredaran bumi mengelilingi matahari.
Akibat pandangannya yang disebut terakhir itu ia dianggap merusak iman dan diajukan ke pengadilan gereja Italia tanggal 22 Juni 1633. Pemikirannya tentang matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan ajaran Aristoteles maupun keyakinan gereja bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Ia dihukum dengan pengucilan (tahanan rumah) sampai meninggalnya. Baru pada tahun 1992 Paus Yohanes Paulus II menyatakan secara resmi bahwa keputusan penghukuman itu adalah salah, dan dalam pidato 21 Desember 2008 Paus Benediktus XVI menyatakan bahwa Gereja Katolik Roma merehabilitasi namanya sebagai ilmuwan.[2]
Menurut Stephen Hawking, Galileo dapat dianggap sebagai penyumbang terbesar bagi dunia sains modern. Ia juga sering disebut-sebut sebagai "bapak astronomi modern", "bapak fisika modern", dan "bapak sains". Hasil usahanya bisa dikatakan sebagai terobosan besar dari Aristoteles. Konfliknya dengan Gereja Katolik Roma (Peristiwa Galileo) adalah sebuah contoh awal konflik antara otoritas agama dengan kebebasan berpikir (terutama dalam sains) pada masyarakat Barat.

Biografi
Prangko peringatan Tahun Astronomi Internasional - Galileo
Galileo Galilei dilahirkan di Pisa, Tuscany pada tanggal 15 Februari 1564 sebagai anak pertama dari Vincenzo Galilei, seorang matematikawan dan musisi asal Florence, dan Giulia Ammannati. Ia sudah dididik sejak masa kecil. Kemudian, ia belajar di Universitas Pisa namun terhenti karena masalah keuangan. Untungnya, ia ditawari jabatan di sana pada tahun 1589 untuk mengajar matematika. Setelah itu, ia pindah ke Universitas Padua untuk mengajar geometri, mekanika, dan astronomi sampai tahun 1610. Pada masa-masa itu, ia sudah mendalami sains dan membuat berbagai penemuan.
Pada tahun 1612, Galileo pergi ke Roma dan bergabung dengan Accademia dei Lincei untuk mengamati bintik matahari. Pada tahun itu juga, muncul penolakan terhadap teori Nicolaus Copernicus, teori yang didukung oleh Galileo. Pada tahun 1614, dari Santa Maria Novella, Tommaso Caccini mengecam pendapat Galileo tentang pergerakan bumi, memberikan anggapan bahwa teori itu sesat dan berbahaya. Galileo sendiri pergi ke Roma untuk mempertahankan dirinya. Pada tahun 1616, Kardinal Roberto Bellarmino menyerahkan pemberitahuan yang melarangnya mendukung maupun mengajarkan teori Copernicus.
Galileo menulis Saggiatore di tahun 1622, yang kemudian diterbitkan pada 1623. Pada tahun 1624, ia mengembangkan salah satu mikroskop awal. Pada tahun 1630, ia kembali ke Roma untuk membuat izin mencetak buku Dialogo sopra i due massimi sistemi del mondo yang kemudian diterbitkan di Florence pada 1632. Namun, di tahun itu pula, Gereja Katolik menjatuhkan vonis bahwa Galileo harus ditahan di Siena.
Di bulan Desember 1633, ia diperbolehkan pensiun ke vilanya di Arcetri. Buku terakhirnya, Discorsi e dimostrazioni matematiche, intorno à due nuove scienze diterbitkan di Leiden pada 1638. Di saat itu, Galileo hampir buta total. Pada tanggal 8 Januari 1642, Galileo wafat di Arcetri saat ditemani oleh Vincenzo Viviani, salah seorang muridnya.


Astronomi
Prangko peringatan Tahun Astronomi Internasional - Teleskop Galileo (Galileoskop)
Tidak seperti yang dipercaya sebagian orang, Galileo tidak menciptakan teleskop tapi ia telah menyempurnakan alat tersebut. Ia menjadi orang pertama yang memakainya untuk mengamati langit, dan untuk beberapa waktu, ia adalah satu dari sedikit orang yang bisa membuat teleskop sebagus itu. Awalnya, ia membuat teleskop hanya berdasarkan deskripsi tentang alat yang dibuat di Belanda pada 1608. Ia membuat sebuah teleskop dengan perbesaran 3x dan kemudian membuat model-model baru yang bisa mencapai 32x. Pada 25 Agustus 1609, ia mendemonstrasikan teleskop pada pembuat hukum dari Venesia. Selain itu, hasil kerjanya juga membuahkan hasil lain karena ada pedagang-pedagang yang memanfaatkan teleskopnya untuk keperluan pelayaran. Pengamatan astronominya pertama kali diterbitkan di bulan Maret 1610, berjudul Sidereus Nuncius.
Galileo menemukan tiga satelit alami Jupiter -Io, Europa, dan Callisto- pada 7 Januari 1610. Empat malam kemudian, ia menemukan Ganymede. Ia juga menemukan bahwa bulan-bulan tersebut muncul dan menghilang, gejala yang ia perkirakan berasal dari pergerakan benda-benda tersebut terhadap Jupiter, sehingga ia menyimpulkan bahwa keempat benda tersebut mengorbit planet.
Galileo adalah salah satu orang Eropa pertama yang mengamati bintik matahari, diperkirakan Astronomi astronom Tionghoa sudah mengamatinya sejak lama. Selain itu, Galileo juga adalah orang pertama yang melaporkan adanya gunung dan lembah di bulan, kesimpulan yang diambil melihat dari pola bayangan yang ada di permukaan. Ia kemudian memberi kesimpulan bahwa bulan itu "kasar dan tidak rata, seperti permukaan bumi sendiri", tidak seperti anggapan Aristoteles yang menyatakan bulan adalah bola sempurna.
Galileo juga mengamati planet Neptunus pada 1612 namun ia tidak menyadarinya sebagai planet. Pada buku catatannya, Neptunus tercatat hanya sebagai sebuah bintang yang redup.


Referensi 


 a b c d J J O'Connor and E F Robertson. "Galileo Galilei". The MacTutor History of Mathematics archive. University of St Andrews, Scotland. Diakses 2007-07-24.

 Azhari AA. Vatikan akhirnya merehabilitasi Galileo Galilei. Tribun Jabar daring edisi 25 Desember 2008. Diakses 25 Desember 2008.

id.wikipedia.org/wiki/Galileo_Galilei



Donderdag 25 April 2013

Nama  : SADIAH 
Nim     : 1001085032
Prodi   : Pendidikan Sejarah


Salah Satu Tokoh Pemikiran Barat
John Locke

John Locke (lahir 29 Agustus 1632 – meninggal 28 Oktober 1704 pada umur 72 tahun) adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal.Bersama dengan rekannya, Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting di era Pencerahan. Selain itu, Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Kemudian Locke juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Tulisan-tulisan Locke tidak hanya berhubungan dengan filsafat, tetapi juga tentang pendidikan, ekonomi, teologi, dan medis. Karya-karya Locke yang terpenting adalah "Esai tentang Pemahaman Manusia" (Essay Concerning Human Understanding), Tulisan-Tulisan tentang Toleransi" (Letters of Toleration), dan "Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Government).

 Biografi
John Locke dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1632 di Wrington, Somerset. Keluarganya berasal dari kelas menengah dan ayahnya memiliki beberapa rumah dan tanah di sekitar Pensford, sebuah kota kecil di bagian selatan Bristol. Selain bekerja sebagai pemilik tanah, ayah Locke bekerja juga sebagai pengacara dan melakukan tugas-tugas administratif di pemerintahan lokal.
Pada tahun 1647, Locke belajar di Sekolah Westminster, yang pada waktu itu merupakan sekolah terkenal di Inggris. Pendidikan di sana berpusat pada pelajaran bahasa-bahasa kuno, yaitu pertama-tama bahasa Latin, kemudian bahasa Yunani, dan juga bahasa Ibrani. Setelah itu, pada tahun 1652, Locke mendapat beasiswa untuk menempuh pendidikan di Sekolah Gereja Kristus (Christ Church), Oxford, dan tinggal di sana sejak bulan Mei 1652.
Di sekolah itu, Locke kurang menyukai metode skolastik dalam berdebat dan juga tema-tema metafisika dan logika. Karena itu, Locke tidak mendapatkan nilai yang mengesankan ketika ia mendapatkan gelar hingga strata dua. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca karya-karya sastra, seperti drama, roman, dan sebagainya. Setelah itu, Locke mulai menyenangi bidang medis, sebagaimana tertulis di dalam beberapa catatan pribadi Locke yang ditulis pada periode akhir dekade 1650-an. Ia membuat banyak catatan tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan dan pengobatan. Melalui minatnya dalam bidang medis, Locke mulai meminati filsafat alam sejak tahun 1658. Pada awal tahun 1660, ia berjumpa dengan Robert Boyle yang akan banyak memengaruhinya kelak. Sejak tahun 1660, Locke menambah minatnya dengan membaca filsafat mekanis yang baru muncul, yang dimulai dengan membaca karya Boyle. Selain itu, ia juga mulai rajin membaca karya-karya Descartes.
Perhatian Locke pada waktu-waktu ini tidak terbatas pada bidang medis dan filsafat alam saja, namun juga kepada bidang politik. Situasi politik di Inggris pada waktu itu memang sedang bergejolak. Cromwell, yang pada waktu itu telah mengubah sistem politik Inggris, meninggal pada tahun 1658 sehingga terjadi perubahan lagi di bawah pemerintahan Raja Charles II. Charles II menghendaki pemerintahan yang dengan kuat menguasai negara dan gereja Inggris, dan Locke pada waktu itu mendukung pemerintahan Charles II. Pada bulan November hingga Desember 1660, ia membuat suatu karangan singkat untuk menanggapi pandangan Edward Bagshaw, yang menegaskan perlunya hakim sipil dalam menentukan bentuk-bentuk ibadah keagamaan. Kemudian pada tahun 1661-1662, Locke menulis dua karya lagi dalam bahasa Latin. Karya pertama menegaskan lagi tesis yang dipakai untuk melawan argumentasi Bagshaw, dan karya kedua berisi penolakan terhadap posisi Gereja Katolik Roma yang menyatakan Alkitab perlu ditafsir tanpa ada kesalahan melalui lembaga magisterium. Di sini, Locke menggunakan teologi Gereja Anglikan dalam mempertahankan pendapatnya.
Pada tahun 1661, Locke diangkat menjadi dosen di sekolah Gereja Kristus tempatnya belajar dulu. Ia mengajar bahasa Yunani dan bahasa Latin. Kemudian pada tahun 1664, ia menjadi petugas sensor dalam bidang filsafat moral. Selama periode ini, Locke melanjutkan minatnya pada bidang pengobatan dan filsafat alam. Kemudian Locke belajar kepada Thomas Willis selama tahun 1661-1662 dan mempelajari kimia pada tahun 1663 kepada Boyle. Selain itu, Locke juga membantu penelitian-penelitian yang mereka lakukan.
Pada tahun 1665, Locke mendapat kesempatan untuk menjadi sekretaris Walter Vane yang bertugas melakukan misi diplomatik ke beberapa negara. Locke meninggalkan Inggris pada bulan November dan kembali pada bulan Februari. Melalui surat yang dikirimnya, tampak bahwa Locke menikmati kunjungan luar negeri pertamanya itu. Setelah itu, Locke ditawarkan pekerjaan menjadi sekretaris untuk pekerjaan diplomasi ke Spanyol namun ia menolak. Sekembalinya Locke ke Oxford, ia melanjutkan studinya dalam bidang kimia dan fisiologi.
Pada tahun 1666, Locke bertemu dengan Lord Ashley yang di kemudian hari membuat perubahan besar dalam hidup Locke. Pada tahun 1667, Locke pindah dari Oxford menuju London untuk bekerja di rumah Lord Ashley. Locke tinggal di sini selama delapan tahun. Selama di London, Locke juga membaca buku-buku pengobatan, namun di situ ia mendapatkan pengalaman langsung dalam soal-soal klinis karena ia menjadi asisten dari Thomas Sydenham yang adalah seorang dokter. Locke menemani Sydenham dalam perjalanan-perjalanannya dan juga membuat catatan-catatan tentang soal-soal kesehatan. Di sini, Locke membuat catatan yang akhirnya dibukukan dengan judul De Arte Medica, yang di dalamnya dipakai pendekatan empiris.
Pada tahun 1668, Lord Ashley mengalami gangguan kesehatan yang cukup parah, Locke melakukan operasi terhadap liver Lord Ashley dan keadaannya semakin membaik. Karena itu, Lord Ashley menganggap Locke sebagai penyelamat hidupnya. Setelah itu, untuk mendukung studi Locke dalam bidang kimia, Lord Ashley menyediakan laboratorium di rumahnya. Selain meningkatkan kemampuan dalam bidang kesehatan dengan praktik langsung bersama Sydenham, perkenalan Locke dengan Lord Ashley juga menambah pengalaman Locke dalam bidang politik. Setahun setelah datang ke London, Locke menulis "Essay tentang Toleransi" yang isinya amat berbeda dengan dua karya yang ia tulis pada tahun 1660-1662.[9] Pada tahun 1669, Lord Ashley melibatkan Locke dalam urusan pendirian koloni baru di Carolina, khususnya dalam membuat konstitusi Carolina. Locke menjalani tugasnya dalam membantu Lord Ashley hingga ia meninggalkan Inggris menuju Perancis pada tahun 1675.

 Perancis
Hingga tahun 1670, Locke belum dapat dikatakan sebagai seorang filsuf. Akan tetapi, ia mulai mengorganisir suatu pertemuan dengan beberapa temannya untuk berdiskusi mengenai topik-topik tertentu. Ada tulisan tentang epistemologi yang ditulis pada tahun 1671 berdasarkan diskusi-diskusi yang dilakukan Locke.
Selama tahun 1672 hingga 1675, kebanyakan waktu Locke dipakai untuk mengerjakan tugas-tugas administratif. Pada bulan Maret 1672, Lord Ashley diangkat sebagai pangeran dari Shaftesbury dan Locke tetap membantunya hingga Lord Ashley keluar dari jabatan tersebut pada tahun 1673. Pada bulan November 1675, tugas Locke usai dan Locke pergi ke Perancis. Locke tinggal di sana selama kurang lebih tiga setengah tahun. Pada tanggal 4 Januari 1676, Locke tiba di Montpellier, di mana ia tinggal selama setahun. Ia berteman dengan dua dokter Protestan yang bernama Charles Barbeyrac dan Pierre Magnol, serta seorang filsuf Cartesian, Sylvain Regis, yang menjadi guru bahasa Perancis bagi Locke. Setelah mempelajari bahasa Perancis, Locke mulai membaca buku-buku dalam bahasa Perancis.
Selama di Montpellier, Locke meneruskan pembelajarannya dalam bidang filsafat, sebagaimana tertulis di dalam jurnal pribadinya. Bulan Februari 1677, Locke meninggalkan Montpellier dan menuju Paris. Ia bermukim sebentar di Paris lalu pergi ke beberapa tempat hingga tahun 1678 kembali ke Inggris.

John Locke pada tahun 1697
Situasi politik Inggris kembali berubah ketika William dari Orange berhasil menjadi pemimpin Inggris dan menyebabkan James II harus melarikan diri dari Inggris. Locke kini dapat pulang dengan tenang ke Inggris pada bulan Februari 1689, bahkan ditawari posisi sebagai diplomat namun ia menolak karena alasan kesehatan.
Pada tahun 1689, Locke bertemu dan menjalin hubungan dengan Newton. Locke menjadi salah satu pembaca pertama dari "Principia", karya penting Newton. Keduanya juga sering bertemu untuk berdiskusi dan mengirim surat untuk membahas topik-topik tertentu. Topik yang menjadi minat utama mereka berdua bukanlah ilmu alam tetapi penafsiran Alkitab.
Setelah bukunya "Essay tentang Pemahaman Manusia" terbit, ia segera mempersiapkan revisi dari buku itu dan juga buku "Dua Tulisan tentang Pemerintahan".Selain itu, buku "Surat-Surat Perihal Toleransi" juga sedang diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh William Popple. Setelah diterbitkan pada bulan Oktober 1689, buku itu terjual keras dan menimbulkan beragam reaksi. Salah satu yang menanggapi buku itu dengan keras adalah Jonas Proast pada tahun 1690 dan ditanggapi kembali oleh Locke pada tahun yang sama. Akan tetapi, identitas Locke tetap menjadi rahasia. Perdebatan mereka berlanjut hingga Juni 1692 ketika Locke menulis "Surat Ketiga tentang Toleransi", dan Proast tidak menanggapi lagi.
Setelah Locke kembali ke Inggris, Locke menetap beberapa waktu di London. Ia kehilangan posisinya di Sekolah Gereja Kristus dan tidak pernah berusaha mengambilnya kembali.[9] Pada awal tahun 1691, ia diundang untuk tinggal di Oates, Essex bagian utara, yang merupakan kediaman Francis Masham. Istri Masham, Damaris, adalah anak dari Ralph Cudworth dan merupakan teman diskusi Locke melalui surat selama bertahun-tahun. Akhirnya, Oates menjadi kediaman Locke sepanjang sisa hidupnya, meski pada dekade 1690-an, Locke sempat tinggal di London karena beberapa urusannya di pemerintahan.
Setelah itu, Locke berupaya menyelesaikan karya lainnya dalam bidang pendidikan, "Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan". Karya itu dipublikasikan pada bulan Juli 1693 dan edisi baru berisi penambahan materi terbit dua tahun kemudian. Pada tahun 1695, Locke menerbitkan lagi tulisan yang berjudul "Kerasionalan Agama Kristen" (The Reasonableness of Christianity). Sebagaimana "Surat-Surat tentang Toleransi", karya ini juga diterbitkan secara anonim dan segera menimbulkan kontroversi. Kontroversi itu muncul karena pemikiran-pemikiran Locke di dalam buku itu dinilai terlalu melemahkan agama Kristen. Lawan polemik Locke kali ini adalah John Edwards, dan polemik mereka berdua terjadi hingga tahun 1697.
Pada bulan-bulan awal tahun 1696, Locke menghabiskan waktunya untuk beristirahat di Oates. Pada bulan Juni, ia mulai melakukan pekerjaannya untuk pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi dan koloni-koloni Inggris, selama empat tahun berikutnya. Selain mengurus masalah-masalah negara, Locke pada periode ini juga berpolemik dengan Edward Stillingfleet, seorang uskup Gereja Anglikan. Polemik mereka berlangsung dari bulan November 1696 hingga akhir tahun 1698 ketika kesehatan Stillingfleet menurun dan tidak memungkinkannya menanggapi pandangan Locke lagi.
buku "Essay tentang Pemahaman Manusia". Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah mengenai proses manusia mendapatkan pengetahuan. Ia berupaya menjelaskan bagaimana proses manusia mendapatkan pengetahuannya.Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio atau pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, Locke berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum berfungsi atau masih kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti sebuah kertas putih (tabula rasa) yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu. Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman manusia menjadi pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah pengalaman.

Ragam pengalaman Manusia
Lebih lanjut, Locke menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal sense atau reflection).Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara 'mengingat', 'menghendaki', 'meyakini', dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya.
Proses manusia mendapatkan pengetahuan
Dari perpaduan dua bentuk pengalaman manusia, pengalaman lahiriah dan pengalaman batiniah, diperoleh apa yang Locke sebut 'pandangan-pandangan sederhana' (simple ideas) yang berfungsi sebagai data-data empiris. Ada empat jenis pandangan sederhana:
1. Pandangan yang hanya diterima oleh satu indra manusia saja. Misalnya, warna diterima             oleh mata, dan bunyi diterima oleh telinga.
2. Pandangan yang diterima oleh beberapa indra, misalnya saja ruang dan gerak.
3. Pandangan yang dihasilkan oleh refleksi kesadaran manusia, misalnya ingatan.
4. Pandangan yang menyertai saat-saat terjadinya proses penerimaan dan refleksi. Misalnya, rasa tertarik, rasa heran, dan waktu.
Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio atau pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan-pandangan sederhana ini tersedia, baru rasio atau pikiran bekerja membentuk 'pandangan-pandangan kompleks' (complex ideas). Rasio bekerja membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubung-hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut. Ada tiga jenis pandangan kompleks yang terbentuk:
1. substansi atau sesuatu yang berdiri sendiri, misalnya pengetahuan tentang manusia atau             tumbuhan.
2. modi (cara mengada suatu hal) atau pandangan kompleks yang keberadaannya bergantung        kepada substansi. Misalnya, siang adalah modus dari hari.
3. hubungan sebab-akibat (kausalitas). Misalnya saja, pandangan kausalitas dalam pernyataan:       "air mendidih karena dipanaskan hingga suhu 100° Celcius".

Kritik terhadap Locke
Menurut Simon Petrus L. Tjahjadi, gagasan Locke tentang model negara terlalu mengedepankan kepentingan kaum bangsawan dan kaum pemodal dibandingkan kepentingan seluruh rakyat. Hal itu terlihat dari model pembatasan kekuasaan negara yang menggunakan pembagian kekuasaan antara legislatif dan eksekutif, yang mana golongan eksekutif dan federatif diduduki oleh raja dan para menteri, sedangkan golongan legislatif diisi golongan bangsawan dan orang-orang kaya. Tidak ada tempat bagi rakyat biasa di dalam model pembagian kekuasaan ini. Jikalau tidak ada tempat bagi rakyat biasa untuk mengawasi jalannya pemerintahan, maka pembuatan Undang-Undang dan pelaksanaannya dapat saja disalahgunakan bagi kepentingan pemerintah dan kaum bangsawan saja. Bila ini terjadi, rakyat tidak dapat memperjuangkan kepentingannya melalui sistem negara yang ada, dan akhirnya hanya akan membuat negara kembali ke "keadaan perang" karena terjadi ketidakadilan. Padahal situasi "keadaan perang" itulah yang ingin diatasi Locke.

 Kritik terhadap pemisahan negara dan agama
Locke merumuskan wewenang negara dan agama dengan amat ketat sehingga keduanya menjadi terpisah dan tidak boleh saling mencampuri wewenang yang lain. Urusan agama adalah keselamatan akhirat sedang urusan negara adalah keselamatan di dunia saat ini, ketika manusia masih hidup. Persoalannya, menurut Simon Petrus L. Tjahjadi, apakah pemisahan itu sesuai dengan pandangan agama itu sendiri? Kebanyakan agama memiliki pandangan bahwa agama harus ikut campur dalam soal-soal publik, seperti keadilan sosial, wewenang pemerintahan, dan tuntutan moral umum. Perwujudan iman setiap pemeluk agama seringkali harus berfungsi juga di dalam persoalan-persoalan umum, sehingga pemisahan antara agama dan agama seperti yang diusulkan Locke dapat melanggar keyakinan agama-agama tertentu dan tidak dapat diterima.


 DAFTAR PUSTAKA

Agung, Leo S. 2013. Sejarah Intelektual. Yogyakarta: Ombak .
Lubis, Ahyar Yusuf. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta : koekoesan.
Suhelmi, Ahmad.2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : Gramedia.
http://id.wikipedia.org/wiki/John_Locke